PENGARUH LINGKUNGAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP PENGEMBANGAN
WIRAUSAHA
DI KABUPATEN SLEMAN
Sri Haryani
bundaninik@gmail.com
Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN Yogyakarta
Abstrak
Pertumbuhan
dan perkembangan wirausaha diharapkan dapat mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan kemakmuran. Tujuan
penelitian ini untuk
menganalisis pengaruh lingkungan
kewirausahaan (kebijakan dan prosedur pemerintah, kondisi sosial ekonomi,
ketrampilan kewirausahaan dan bisnis, bantuan keuangan, dan bantuan non
keuangan) terhadap pertumbuhan wirausaha. Lingkungan kewirausahaan yang
kondusif diharapkan dapat melahirkan dan mengembangkan wirausaha. Data dikumpulkan dengan kuesioner yang disebarkan ke
66 pelaku UMKM di
Kabupaten Sleman. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, sedang analisis
datanya menggunakan Program SPSS 17.00. Dalam penelitian ini dilakukan uji instrumen
yang meliputi uji validitas dan uji reliabilitas yang hasilnya menunjukkan bahwa seluruh item pernyataan valid dan
reliabel. Uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas
menunjukkan data
berdistribusi normal, antar variabel independen tidak terjadi masalah
multikolinearitas, dan tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas. Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan wirausaha di Kabupaten Sleman adalah kondisi sosial
ekonomi, ketrampilan kewirausahaan dan bisnis, dan bantuan keuangan.
Kata
kunci : wirausaha, pertumbuhan wirausaha, lingkungan kewirausahaan
THE ENTREPRENEURIAL ENVIRONMENT EFFECT
ON DEVELOPMENT
OF ENTREPRENEUR IN THE DISTRICT SLEMAN
Sri Haryani
bundaninik@gmail.com
Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN Yogyakarta
Abstract
The emerge and growth of entrepreneurs
are expected to reduce unemployment and
increase the prosperity. The research objective is to analyze the effect of entrepreneurial environment (government
policies and procedures, socio-economic conditions, skill of entrepreneurial
and business, financial assistance, and non-financial assistance) to the growth
of entrepreneurship. Entrepreneurial environment conducive expected to bring
new entrepreneurs and develop existing entrepreneurs. Data were collected by a questionnaire distributed to
66 SMEs in Sleman. The sampling method using purposive sampling, while data
analysis using SPSS 17.00. In this research, test instruments include the
validity and reliability test, the results show that the entire statement item
valid and reliable. Normality test, multicollinearity, and
heteroscedasticity showed normal distribution of data, between independent
variables does not occur multicollinearity problems, and found none problem
heteroscedasticity. It can be concluded that the fators that affecting entrepreneurial growth in Sleman
is socio-economic conditions, entrepreneurship and business skills, and
financial assistance.
Keywords:
entrepreneur, entrepreneurial growth, entrepreneurial environment
PENDAHULUAN
Kabupaten Sleman
mempunyai potensi unggulan yang
berupa komoditas pertanian, yang utama
yaitu salak pondok dengan sentra di kecamatan Tempel, Turi, dan Pakem, mendong di
kecamatan Minggir, kerajinan bambu di kecamatan Mlati, dan kambing PE di kecamatan Turi, Pakem dan Berbah. Pengembangan potensi unggulan di kabupaten
Sleman dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat
dan mengurangi angka
pengangguran. Upaya pengembangan potensi tersebut antara lain dilakukan
dalam bentuk program pelatihan dan pendampingan
bagi masyarakat. Hadisoegondo (2006) menyatakan bahwa untuk menjadikan
seseorang menjadi wirausaha mandiri
tidak cukup dilakukan dengan pelatihan dan pendampingan saja, harus diikuti
dengan program untuk membangun suatu jaringan usaha, sehingga terbentuk
sekelompok usaha sejenis (sentra) dan dalam bentuk pengembangannya menjadi
jaringan kluster.
Untuk membentuk suatu sentra, pemerintah
perlu menyediakan lingkungan kewirausahaan yang mendukung lahirnya wirausaha
baru dan sekaligus dapat mengembangkan wirausaha yang ada. Secara umum lingkungan merupakan segala
sesuatu yang ada disekitar obyek dan dapat mempengaruhi maupun dipengaruhi subyek tersebut. Dengan
demikian lingkungan wirausaha merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar
wirausaha dan dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh wirausaha. Dalam konteks
upaya untuk melahirkan wirausaha baru dan mengembangkan wirausaha yang ada,
yang dimaksud lingkungan adalah lingkungan eksternal yang terdiri dari pelanggan, pemasok, pesaing, kreditor, ekonomi,
sosial, politik, teknologi, dan ekologi. Namun tidak semua lingkungan eksternal
ini mempunyai signifikansi yang sama dalam mempengaruhi lahir dan berkembangnya
wirausaha.
Lahirnya usaha baru dimulai dari
intensi atau minat seseorang untuk
memulai usaha. Ketika seseorang mempunyai
intensi untuk memulai usaha
baru, perlu didukung dengan lingkungan yang
dapat mendorong minat tersebut menjadi
kenyataan. Dari berbagai lingkungan kewirausahaan di atas,
tidak semua lingkungan memberikan dukungan pada tingkat yang sama dalam
mewujudkan ide dan intensi berwirausaha menjadi kenyataan. Oleh karena itu perlu
dilakukan analisis faktor-faktor lingkungan kewirausahaan yang mendukung
terhadap pertumbuhan wirausaha, sehingga dapat disusun kondisi lingkungan
kewirausahaan yang optimal untuk
mendukung pertumbuhan wirausaha.
Penelitian
dengan judul “Lingkungan Untuk Pengembangan Wirausaha: Dimensi Kunci Dan
Implikasi Penelitian” dilakukan di Kabupaten Sleman” dengan tujuan untuk menganalisis
lingkungan kewirausahaan seperti apa
yang dapat mendukung pertumbuhan wirausaha. Dengan diketahuinya lingkungan
kewirausahan yang kondusif untuk pertumbuhan wirausaha diharapkan akan
mempermudah pihak-pihak yang terkait dalam melahirkan wirausaha baru. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi pemerintah, lembaga keuangan, lembaga sosial, dan dunia
pendidikan dalam melahirkan wirausaha baru.
KAJIAN TEORI DAN
HIPOTESIS
Pertumbuhan Wirausaha
Pertama kali gagasan tentang kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi memiliki
hubungan yang sangat erat dan positif disampaikan oleh Schumpeter pada tahun
1911, di mana peningkatan jumlah wirausaha menyebabkan peningkatan pertumbuhan
ekonomi suatu negara (Bygrave, 2004). Ada lima alasan yang
melatarbelakangi gagasan Schumpeter ini, yakni: (1) wirausaha mengenalkan produk baru dan kualitas baru
dari suatu produk, (2) wirausaha
mengenalkan metode baru berproduksi yang lebih komersial, baik
berdasarkan pengalaman maupun hasil kajian ilmiah dari suatu penelitian (3)
wirausaha membuka pasar baru, baik dalam negeri ataupun di negara yang
sebelumnya belum ada pasar (4) wirausaha menggali sumber pasokan bahan baku
baru bagi industri setengah jadi atau industri akhir, dan (5) wirausaha
menjalankan organisasi baru dari industri apapun. Wirausaha mendorong
peningkatan produktivitas yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi
negara.
Pentingnya kewirausahaan mendorong
negara untuk merencanakan program kewirausahaan melalui amanat GBHN 1993 Angka
8 butir f ”pembinaan usaha ekonomi rakyat diutamakan pada pengembangan kewirausahaan”
yang selanjutnya diimplementasikan
melalui INPRES No. 4 Tahun 1995 Tentang Gerakan Nasional memasyarakatkan dan
membudayakan Kewirausahaan. Dalam
perkembangan terakhir ini, justifikasi perhatian pemerintah antara lain
didasarkan pada data Kementrian Koperasi dan UKM pada tahun 2013 jumlah keseluruhan unit usaha
baik mikro, kecil, dan menengah maupun besar sebanyak 57.900.787, mampu
menyerap 117.681.244 tenaga kerja, dan sumbangannya terhadap PDB sebesar
9.014.951,2.
Penelitian Haryani (2013) menunjukkan bahwa karakteristik personal (personality characteristics) yang terdiri dari kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) dan efikasi diri (self efficacy) secara signifikan
berpengaruh terhadap intensi wirausaha. Kebutuhan
untuk berprestasi ini tercermin dalam perilaku yang menunjukkan tanggung jawab
terhadap keputusan yang diambil dan mengawal keputusan tersebut sampai pada
pencapaian tujuan yang diinginkan. Pada
umumnya wirausaha yang sukses mempunyai kebutuhan untuk berprestasi pada
tingkat yang tinggi. Seseorang dengan efikasi diri tinggi mempunyai komitmen
yang tinggi untuk menyelesaikan masalah dan tidak mudah menyerah ketika
keputusan yang telah diambil tidak seperti yang diharapkan. Marini dan Hamidah
(2014) yang melakukan penelitian pada siswa SMK Boga di Yogyakarta menyimpulkan
adanya pengaruh efikasi diri lingkungan
keluarga, dan lingkungan sekolah secara
parsial maupun simultan terhadap minat berwirausaha.
Seseorang dengan intensi untuk
berwirausaha akan memiliki kesiapan dan
kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang
tanpa intensi berwirausaha. Intensi kewirausahaan diyakini berkaitan dengan perilaku terbukti
dapat menjadi cerminan dari perilaku yang sesungguhnya. Oleh karena itu
pemahaman tentang intensi seseorang
untuk berwirausaha (entrepreneurial intention) dapat mencerminkan
kecenderungan orang untuk mendirikan usaha secara riil.
Bygrave (2004) menyebutkan bahwa faktor
internal yang dapat memicu lahirnya wirausaha antara lain terdiri dari pencapaian, lokus kendali (locus of cotrol), toleransi,
pengambilan risiko, nilai-nilai pribadi, pendidikan dan pengalaman. Lahirnya
wirausaha juga dipicu oleh faktor faktor eksternal seperti peluang, adanya wirausaha yang sukses/sebagai
panutan, sumberdaya, inkubator, kebijakan pemerintah, pesaing, pelanggan,
pemasok, dan investor/bank.
Selain menambah jumlah wirausaha, dalam
pertumbuhan wirausaha ini pemerintah juga bermaksud meningkatkan kelas
wirausaha ke tingkat yang lebih tinggi. Berdasar data Kementrian Koperasi dan
UKM, pada tahun 2013 terdapat 53.504.416
unit usaha mikro, 568.397 unit usaha kecil, 42.008 unit usaha menengah,
dan 5.150 unit usaha besar. Pemerintah
bermaksud meningkatkan tingkatan wirausaha, sehingga terjadi pergeseran
proporsi dari unit usaha mikro, ke unit usaha kecil, menengah, dan besar.
Seperti
halnya benih yang disemai ditanah yang subur, maka kemungkinan besar benih akan
tumbuh dan berkembang. Demikian halnya dengan lingkungan bisnis yang kondusif,
maka semakin besar kemungkinan bahwa bisnis baru akan lahir dan bisnis yang sudah ada akan berkembang.
Orang akan lebih mungkin didorong dan merasa kompeten untuk memulai bisnis
ketika lingkungan sosial menghargai kewirausahaan, ketika berbagai peluang
tersedia bagi pengusaha, dan ketika mereka memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk memulai dan mengelola sebuah bisnis yang
cukup. Kemauan dan kemampuan untuk memulai bisnis dapat lebih ditingkatkan jika
pengusaha potensial (calon pengusaha) tidak menghadapi rintangan selama proses
awal pendirian usahanya dan ketika mereka yakin bahwa tenaga ahli bisa
diperoleh dengan mudah bila diperlukan. Pemerintah baik secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi perkembangan lingkungan yang dapat mendukung
kewirausahaan.
Kebutuhan
untuk pengembangan lingkungan yang kondusif berbeda-beda, di negara-negara
berkembang kebutuhan akan kewirausahaan lebih besar dari pada di negara maju
karena rendahnya tingkat aktivitas kewirausahaan. Selain itu kebutuhan untuk lingkungan yang
kondusif akan lebih besar dalam kasus usaha kecil, karena usaha kecil memiliki sedikit kontrol atas lingkungan di
mana mereka beroperasi. Perusahaan skala kecil mempunyai kekuatan menawar (bargaining power) yang lemah yang
biasanya diperlukan untuk mempengaruhi lingkungan suatu perusahaan.
Lingkungan
Kewirausahaan
Kewirausahaan
beroperasi dalam suatu lingkungan yang dinamis, yang pada umumnya tidak dapat
dikendalikan oleh wirausaha itu sendiri. Lingkungan kewirausahaan itu sendiri
sangat luas, sehingga penelitian yang dilakukan peneliti-peneliti terdahulu
juga bervariasi secara luas.
Literatur-literatur lingkungan kewirausahaan secara umum membahas lingkungan kewirausahaan
yang meliputi kerangka hukum dan kelembagaan, kehadiran pengusaha
berpengalaman, kehadiran tenaga kerja terampil, aksesibilitas pemasok,
aksesibilitas pelanggan atau pasar baru, tingkat kompetisi antar perusahaan,
kebijakan pemerintah yang mendukung, penyediaan pelatihan dan dukungan layanan,
dan infrastruktur. Selain itu, karakteristik orang, keterampilan, pengalaman,
dan motivasi, memainkan peran penting dalam penciptaan usaha baru. Gnyawali dan
Fogel (1994) mengelompokkan lingkungan kewirausahaan menjadi lima (5)
kelompok yaitu kebijakan dan prosedur pemerintah, kondisi sosial dan ekonomi,
keterampilan kewirausahaan dan bisnis, bantuan keuangan, dan bantuan non
keuangan.
Penelitian yang dilakukan Supriyanto (2009) menunjukkan adanya
faktor di luar ekonomi, misalnya kultur di Indonesia yang masih menganggap
profesi wirausaha sebagai profesi kurang terhormat, sehingga banyak orang tua
yang lebih menginginkan anak-anaknya berprofesi sebagai PNS, ABRI atau Pegawai
Swasta. Oleh karena itu dalam beberapa kasus ditemukan adanya orang
tua yang kurang mendukung proses dan perkembangan wirausaha.
Penelitian yang dilakukan Ayuningtias dan Ekawati
(2015) terhadap mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara menunjukkan
bahwa lingkungan keluarga, lingkangan kampus, kepribadian, dan motivasi baik
secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap minat berwirausaha. Penelitian
Marini dan Hamidah (2014) menyimpulkan adanya pengaruh efikasi
diri lingkungan keluarga, dan
lingkungan sekolah secara parsial maupun simultan terhadap minat berwirausaha.
Lingkungan keluarga dapat menjadi lingkungan yang kondusif untuk menumbuhkan
minat berwirausaha dalam bentuk dorongan
kemandirian, prestasi, dan tanggung jawab. Selain itu orang tua juga dapat
memberikan dukungan moril dalam bentuk
kepercayaan dan pemberian ide/pemikiran
serta dukungan materiil dengan memberikan
modal, penyediaan alat/ perlengkapan usaha atau lokasi/tempat usaha. Sesuai
dengan misi Sekolah Menengah Kejuruan untuk mencetak lulusan yang siap
berwirausaha, maka sekolah perlu mentransformasikan karakteristik wirausaha
kepada siswanya. Tansformasi tersebut dapat dilakukan melalui lingkungan sosial
sekolah yang terdiri dari guru, tenaga
kependidikan, teman-teman sekolah, dan
budaya sekolah serta lingkungan non sosial sekolah yang terdiri dari
kurikulum, program, dan sarana prasarana.
Penelitian Wulandari (2009) menunjukkan lingkungan
eksternal dan internal baik secara memiliki pengaruh positif terhadap orientasi
wirausaha. Lingkungan eksternal diukur melalui perubahan lingkungan, sumber
daya, peraturan, persaingan, internasionalisasi, teknologi,dan karakteristik
industri sedang lingkungan internal diukur melalui ukuran perusahaan, struktur
organisasi, strategi perusahaan, proses pembuatan strategi, sumber daya
perusahaan, budaya perusahaan, dan karakteristik tim manajemen puncak. Sementara penelitian yang dilakukan Ferediouni
(2010) menunjukkan bahwa lingkungan
eksternal mempengaruhi motivasi masyarakat Iran untuk memulai bisnis. Agar
masyarakat termotivasi untuk memulai bisnis diperlukan kebijakan pemerintah
dalam hal adanya perundangan dan peraturan yang berpihak pada bisnis, penurunan
pajak untuk usaha kecil, memberikan peluang usaha bagi usaha kecil, pemberian
pinjaman, dan mempermudah perizininan untuk usaha baru.
Kajian teori dan beberapa penelitian
terdahulu menunjukkan pentingnya lingkungan kewirausahaan dalam menumbuhkan
kewirausahaan di masyarakat. Meskipun teori dan penelitian-penelitian tentang lingkungan kewirausahaan di atas
dengan berbagai variasi namun intinya menyatakan bahwa lingkungan kewirausahaan
baik lingkungan internal maupun eksternal berpengaruh terhadap pertumbuhan
wirausaha. Pengaruh tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Dalam
penelitian ini yang termasuk dalam
lingkungan kewirausahaan adalah kebijakan
dan prosedur pemerintah, kondisi sosial ekonomi, kewirausahaan dan ketrampilan,
bantuan keuangan, dan bantuan non keuangan.
Kebijakan
dan Prosedur Pemerintah
Dalam
suatu sistem ekonomi yang kompleks, diperlukan peran pemerintah sebagai
regulator yang akan mengatur sistem yang ada sehingga sistem dapat berjalan dan
sesaui dengan realitas sosial. Fungsi
regulatori tersebut antara lain diwujudkan dalam bentuk peraturan perundangan
yang dimaksudkan untuk mengatur sistem perekonomian. Beberapa peraturan
perundangan yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan wirausaha antara lain
hukum kepailitan, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan debitur maupun
krediturnya. Undang-undang yang melindungi hak-hak kepemilikan (property right), yang mencakup hak
individu dalam bentuk Hak Cipta (UU No 9 tahun 2001) maupun hak industri dalam
bentuk Paten (UU no 14 tahun 2001) dan Merek (UU no 15 tahun 2001). UU No
5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat dengan tujuan untuk menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan iklim usaha yang
kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin
adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil.
Pemerintah
melakukan pembatasan impor yang dikenal dengan pembatasan kuota misalnya untuk
produk buah-buahan dan pakaian jadi guna melindungi perusahaan di dalam negeri.
Pembatasan ekspor juga dilakukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan di
dalam negeri dan untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk yang akan
diekspor. Selain itu pembatasan impor
juga dilakukan dengan mengenakan tarif bea masuk yang relatif tinggi, sehingga
harga produk impor tersebut sampai di tangan konsumen dengan harga yang relatif
mahal.
Kebijakan pemerintah yang berpihak
pada wirausaha antara lain diwujudkan dalam bentuk keringanan pajak, pemberian
kredit dengan bunga murah, pendidikan, pelatihan, dan inkubator, serta bantuan pemasaran
dan teknologi. Dengan adanya kebijakan pemerintah ini harga barang dalam negeri
diharapkan menjadi murah, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk impor. Apabila produk tersebut
akan di ekspor, dapat memenuhi ketentuan standar yang berlaku dan mampu bersaing
dengan produk negara lain.
Kemudahan persyaratan prosedural
untuk pengurusan berbagai perizinan usaha yang meliputi Surat Izin Tempat Usaha
(SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar perusahaan (TDP)
dilakukan oleh pemerintah tingkat
kabupaten/kota dengan menyusun pelayanan satu atap. Pelaku usaha yang melakukan
pengurusan izin tidak perlu mendatangi berbagai kantor dan berbagai meja,
sehingga menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Bagi perusahaan manfaktur yang
izin usahanya harus dilampiri dengan AMDAL, prosedur pengurusannya juga dipermudah.
Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT)
yang berada di bawah Kementerian Koperasi dimaksudkan sebagai lembaga
pendamping bagi pelaku usaha. Para pelaku usaha dapat mengadukan masalahnya ke
PLUT, yang akan ditangani oleh konsultan bisnis yang ada di PLUT tersebut.
Terhadap permasalahan pemasaran produk-produk UMKM yang sering dikeluhkan oleh
pelaku usaha, saat ini kementerian bekerja sama dengan Kadin menyusun e-commerce yaitu ukmmarket.co.id yang merupakan pusat jual beli online untuk produk UKM Indonesia.
Semua upaya pemerintah di atas
dimaksudkan untuk dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan wirausaha. Penelitian
yang dilakukan Setyawati dkk. (2013)
menyatakan bahwa pemerintah berperan dalam pertumbuhan usaha mebel dan
anyaman rotan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Dari kajian teori dan penelitian
terdahulu dapat disusun hipotesis
pertama (H1): kebijakan dan prosedur pemerintah (X1) berpengaruh terhadap
pertumbuhan wirausaha (Y)
Kondisi
Sosial dan Ekonomi
Kondisi
lingkungan menunjukkan adanya hubungan
antar individu di suatu wilayah atau daerah tertentu atau seringkali merujuk
pada kondisi masyarakat tertentu. Sikap yang positif dari masyarakat terhadap
kewirausahaan dan dukungan masyarakat luas untuk kegiatan kewirausahaan akan
memotivasi orang untuk memulai usaha baru. Sebaliknya, sikap yang negatif
terhadap kewirausahaan dapat menyebabkan kewirausahaan tidak berhasil. Faktor-faktor
psikologis yang terlanjur terbentuk di
masyarakat yang bersifat negatif terhadap wirausaha antara lain pelit, egois, tidak jujur, agresif dan materialistik. Sedangkan yang bersifat positif antara lain pandangan bahwa wirausaha adalah inovator, kreatif, rajin, ulet, mempunyai motivasi tinggi, dan mempunyai
naluri untuk melihat peluang.
Peningkatan
efektivitas program pengembangan kewirausahaan memerlukan dukungan yang luas
dari seluruh struktur masyarakat dan
organisasi yang ada. Penelitian Haryani (2013) menunjukkan bahwa lingkungan berpengaruh
positif terhadap intensi berwirausaha, di mana orang tua dan kerabat dapat membantu calon pengusaha dalam
membangun jaringan, bantuan keuangan
yang dibutuhkan, serta dukungan moral. Demikian
dengan penelitian Crissanti dan Tjiptono (2012) menunjukkan bahwa instrumental readiness seperti akses ke
sumber modal, akses informasi, dan
jaringan sosial berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha.
Perkembangan
saat ini menunjukkan peningkatan jumlah orang yang memilih untuk memulai usaha
sendiri. Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa pada tahun 2013
terdapat 57.895.721 unit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dengan
rata-rata pertumbuhan per tahun 4,23%. Bidang usaha UMKM bermacam-macam,
meskipun demikian mayoritas UMKM bergerak di bidang perdagangan, industri rumah
tangga, dan berbagai jasa seperti cuci
mobil, loundry, bengkel, tukang jahit, salon, rumah makan, dan transportasi.
Kesuksesan
finansial yang dapat diperoleh dari mereka yang membangun usaha sendiri jauh
lebih banyak dibanding yang bekerja sebagai karyawan, PNS, maupun militer mendorong orang untuk memilih memulai usaha
sendiri. Dari mereka yang sukses menjadi
wirausaha tersebut, kemudian masyarakat menganalisis karakteristik wirausaha
yang tidak dimiliki oleh bukan wirausaha antara lain berani mengambil risiko,
kerja keras dan disiplin, mandiri dan realistik, berpikir positif dan bertanggung jawab, dapat mengendalikan emosi,
dan berusaha mencari jalan keluar dari setiap permasalahan. Dari karakteristik-karakteristik
ini, kemudian seseorang yang mempunyai
intensi untuk berwirausaha akan meniru karakeristik tersebut.
Bagi
wirausaha yang sukses, pemerintah menganugerahkan penghargaan Upakarti karena
dedikasinya dalam mengembangkan industri kecil dan menengah. Penghargaan ini
merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan untuk berprestasi bagi
wirausaha. Secara teoritis kebutuhan untuk berprestasi ini diyakini menjadi faktor pendorong intensi
berwirausaha, seperti hasil penelitian Winarno (2010) yang menyebutkan adanya
hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan sikap wirausaha. Namun
dalam penelitian Crissanti dan Tjiptono (2012) kebutuhan untuk berprestasi tidak berpengaruh terhadap intensi berwirausaha mahasiswa di DIY. Hasil
penelitian Janah dan Winarno (2015) juga
menunjukkan bahwa motivasi berprestasi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap intensi berwirausaha siswa SMK N I Banyuwangi.
Pertumbuhan ekonomi akan
mempengaruhi lahir dan berkembangnya wirausaha, karena dengan ekonomi yang
berkembang maka kesempatan usaha juga ikut berkembang. Peningatan Produk
Domestik Bruto (PDB) sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi akan
menyebabkan peningkatan daya beli, sehingga akan menyerap produk yang ada di
pasar. Kebijakan mempermudah masuknya investasi asing ke indonesia maupun
investasi pemerintah akan menyebabkan peningkatan barang dan jasa yang
dihasilkan yang selanjutnya akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi.
Berdasar penelitian terdahulu dan
landasan teori di atas disusun hipotesis kedua (H2): kondisi sosial ekonomi (X2) berpengaruh
terhadap pertumbuhan wirausaha (Y).
Ketrampilan
Kewirausahaan dan Bisnis
Ketrampilan kewirausahaan dapat
diberikan secara formal melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh
lembaga pendidikan maupun lembaga pelatihan.
Hasil penelitian Rosmiati dkk.
(2015) menunjukkan bahwa sikap dan motivasi tidak berpengaruh terhadap minat mahasiswa untuk berwirausaha. Hal ini
disebabkan ketidakpahaman mahasiswa
untuk menjalankan usaha, kurang menyukai tantangan, dan kurang berani mengambil
risiko. Memberikan wawasan, pelatihan, dan
bimbingan wirausaha merupakan salah satu pilihan untuk memupuk jiwa kewirausahaan dengan harapan dapat mengubah pendapat mahasiswa
bahwa wirausaha menjanjikan kehidupan
yang lebih baik.
Melalui
INPRES Nomor 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan
Kewirausahaan, pemerintah menetapkan bahwa konsep kewirausaha-an harus menjadi materi resmi dalam pendidikan
di sekolah-sekolah menengah dan atas dan disebarluaskan bagi semua pihak,
khususnya generasi muda. Manurung (2013) menyebutkan perlunya kewirausahaan
sekolah untuk menciptakan sesuatu yang baru, unik bermakna (bernilai), melalui
pemikiran kreatif dan inovatif demi terciptanya peluang, ruang, dan uang. Dalam perkembangannya di beberapa Perguruan
Tinggi di Indonesia seperti di STIM YKPN Yogyakarta sudah di bentuk Pusat
Wirausaha, dan bahkan Universitas Ciputra mengkalim universitasnya sebagai “Entrepreneur University”. Selain itu beberapa institusi juga berperan
dalam pengembangan kewirausahaan, salah satunya Program Wirausaha Mandiri dari
Bank Mandiri.
Program
peningkatan ketrampilan kewirausahaan dan bisnis disesuaikan dengan masalah
yang dihadapi wirausaha, sehingga dapat membantu menyelesaikan masalah yang
dihadapi dan meningkatkan motivasi bagi calon wirausaha untuk memulai usaha
baru. Hasil penelitian Dian dkk. (2014) menunjukkan bahwa pelatihan
kewirausahaan mampu meningkatkan kualitas jiwa wirausaha yang dibuktikan dengan
munculnya aspek kreativitas, inovasi,
dan keberanian dalam mengambil risiko. Pelatihan pembukuan berjalan baik,
terbukti dengan munculnya kemampuan UMKM dalam menentukan biaya produksi,
catatan persediaan bahan baku dengan metode FIFO, dan pembuatan laporan keuangan
dengan aplikasi MYOB.
Selain menjadi modal utama pembangunan,
wirausaha yang kuat dan handal menjadi bearing
dalam menghadapi gejolak ekonomi global, serta menghadapi era baru liberalisasi
ASEAN Economic Community (Sijabat, 2012). Untuk itu wirausaha khususnya
UMKM memerlukan peningkatan kapasitas yang mencakup akses informasi, teknologi, pembiayaan, dan
pasar.
Secara
umum wirausaha pada skala kecil dan menengah menghadapi kendala dalam mengakses
informasi, yang antara lain ditunjukkan dengan penggunaan jaringan telepon,
jaringan telepon bergerak, dan penggunaan website
yang masih relatif rendah. Selain itu, bagi wirausaha yang sudah menggunakan
jaringan telepon dan telepon bergerakpun proporsi penggunaanya untuk mencari
peluang usaha relatif lebih kecil dibanding untuk keperluan keluarga dan sosial.
Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi sebagaimana dimaksud pada pasal
16 UU Nomor 20 tahun 2008 dilakukan dengan cara
1) meningkatkan kemampuan di bidang desain, teknologi, dan pengendalian
mutu; 2) meningkatkan kerja sama dan alih teknologi; 3) meningkatkan kemampuan
UKM di bidang penelitian untuk pengembangan desain dan teknologi baru; 4)
memberikan insentif kepada UMKM yang mengembangkan teknologi dan melestarikan
lingkungan hidup; serta 5) mendorong sertifikasi UMKM unutk memperoleh
sertifikat hak atas kekayaan intelektual.
Hasil
kajian Kementerian Koperasi dan UKM tahun 1999 menunjukkan adanya ketertinggalan UMKM di bidang
teknologi yang disebabkan oleh 1) ketidakmampuan membeli teknologi karena
profit margin UMKM yang relatif rendah; 2) lemahnya self learning dalam mengadaptasi teknologi baru; dan 3) akses
informasi pasar input maupun output serta informasi teknologi yang masih
kurang. Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) yang merupakan lembaga yang
menyediakan jasa non finansial yang menyeluruh dan terintegrasi bagi koperasi
dan UKM juga menyediakan konsultan teknis untuk membantu UMKM. Sementara itu dalam
beberapa kasus, bantuan teknologi yang berupa peralatan yang diberikan
pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan UMKM, yang disebabkan pada proses pengadaannya
tidak mengikutsertakan UMKM sebagai pihak yang akan menggunakan. Hipotesis
ketiga yang disusun adalah: H3: ketrampilan kewirausahan dan bisnis (X3)
berpengaruh terhadap pertumbuhan wirausaha (Y).
Bantuan Keuangan
Kebijakan
pemerintah melalui Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM untuk menjembatani
kesenjangan antara UMKM dan perbankan dalam rangka meningkatkan akses keuangan dilakukan dengan
memperbaiki 3 kesenjangan yaitu kesenjangan skala, formalitas, dan informasi
(Wibowo & Artati, 2012). Kesenjangan skala muncul karena adanya perbedaan antara jumlah kebutuhan dana UMKM
yang umumnya relatif kecil sementara jumlah kredit yang diberikan
perbankan relatif besar. Kesenjangan formalitas disebabkan ketidakmampuan UMKM dalam memenuhi persyarakat administrasi
bank, khususnya dalam hal agunan. Sedangkan kesenjangan informasi muncul karena
ketidaktahuan UMKM terhadap prosedur dan produk perbankan, serta ketidaktahuan
perbankan mengenai UMKM yang dapat dibiayai.
Perusahaan modal ventura yang diawali dengan
pembentukan PT Bahana Pembinaan Usaha
Indonesia (BPUI) dengan tujuan utama untuk berinvestasi pada perusahaan yang
memiliki resiko tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan standar sebagai
perusahaan terbuka ataupun tidak memenuhi standar untuk memperoleh modal pinjaman dari perbankan (tidak
bankable). Pada umumnya modal ventura
disertakan pada perusahaan yang baru berdiri, sehingga belum memiliki riwayat operasional
yang dapat dijadikan pertimbangan dalam analisis pemberian kredit bank.
Meskipun demikian, operasionalisasi BPUI
dalam membantu wirausaha
mengkases dana belum optimal, karen PT BPUI yang dimiliki pemerintah ini meskipun tidak murni berorientasi laba namun “tidak
boleh membebani anggaran negara”.
Kredit
Untuk Rakyat (KUR) merupakan kredit modal kerja dan/atau kredit investasi yang
dibiayai sepenuhnya oleh dana perbankan, diberikan kepada koperasi dan
wirausaha dalam skala mikro, kecil, dan menengah yang produktif, serta secara
bisnis layak tetapi dari sudut pandang perbankan belum layak atau belum bankable. Besaran nilai pinjaman dari
KUR mikro maksimum Rp 25 juta dan KUR ritel maksimum Rp 500 juta, dengan suku
bunga awal 9% kemudian diturunkan menjadi 7%.
Penurunan suku bunga pinjaman ini dapat mengurangi beban yang ditanggung
wirausaha, namun dengan menggunakan bank sebagai lembaga penyalurnya maka
jumlah yang dapat mengakses kredir KUR belum optimal. Karena menurut UU Nomor 36 tahun 2013 dalam
menyalurkan pinjaman, bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dengan
menerapkan prinsip 5C sehingga wirausaha akan terkendala dengan persyaratan collateral/agunan.
Berbagai bantuan keuangan di atas
dimaksudkan untuk dapat menumbuhkan wirausaha di Kabupaten Sleman. Hipotesis keempat
(H4) yaitu bantuan keuangan (X4) berpengaruh terhadap pertumbuhan wirausaha
(Y).
Bantuan
Non Keuangan
Tingkat
ketrampilan kewirausahaan dan bisnis para wirausaha berbeda-beda, sehingga
tidak semua mampu mengatasi masalah yang mereka hadapi pada berbagai tahap
perkembangan bisnis mereka. Berbagai
jenis pelatihan dan pendampingan dari pemerintah dan lembaga lain diharapkan
dapat mengatasi masalah mereka. Dian dkk
(2014) menemukan bahwa pelaku UMKM kripik Salak di kabupaten Sleman dalam
proses produksinya belum menggunakan continuous
sealler, kemasan tidak tertutup dengan sempurna sehingga kripik Salak cepat
“mlempem”. UMKM tersebut kemudian
mendapat hibah 1 unit mesin continuous
sealler dan pendampingan
pengoperasian dan perawatan mesin. Untuk
meningkatkan produktivitas, UMKM ini juga mendapat hibah 1 unit genset, yang
digunakan untuk menggerakkan mesin vacuum frying, apabila terjadi pemadalan
listrik. Sedang untuk masalah pemasaran produk, UMKM ini difasilitasi untuk pembuatan desain
web untuk meningkatkan pemasarannya sehingga dapat melalui e-commerce. Perkembangan
teknologi informasi dan transportasi diharapkan dapat mendekatkan wirausaha ke
pasar lokal, nasional, maupun pasar luar
negeri.
Untuk
menanggulangi masalah persyaratan agunan seperti diuraikan di atas, pemerintah menyusun beberapa program yang
dimaksudkan dapat mengatasi masalah agunan antara lain dengan Lembaga
Pengembangan Dana Bergulir (LPDB), Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo),
PT Permodalan Nasional Madani (PT Madan), dan Perusahan Penjamin Kredit Daerah
(PPKD) yang saat ini baru didirikan di Jawa Timur dan Bali. Wacana pembentukan
lembaga penjamin modal yang sesuai dengan karakteristik wirausaha skala mikro
dan kecil yaitu bahwa lembaga tersebut
dibentuk di kalangan mereka sendiri sehingga sudah saling mengenal dan sudah ada
saling kepercayaan dan didasarkan prinsip tolong menolong dan kesetiakawanan.
Lembaga tersebut hendaknya berbadan
hukum, dengan bentuk yang disepakati
diantara mereka (Syarif, 2012).
Semua bisnis memerlukan dukungan jaringan, terlebih
bagi bisnis yang baru saja berdiri yang mempunyai keterbatasan sumberdaya dan
sumberdana. Arti penting pembentukan jaringan bisnis semakin meningkat dengan
diberlakukanya perdagangan bebas dan MEA. Para pelaku usaha dalam skala apapun
perlu bersinergi untuk menghadapi musuh bersama yaitu serbuan produk dan
perusahaan asing ke Indonesia. Bentuk-bentuk kegiatan jaringan kewirausahaan
antara lain dalam kegiatan promosi, pertukaran informasi, pembelian bahan baku,
kegiatan riset dan pengembangan, serta pengunaan fasilitas pendukung untuk
kegiatan bersama. Inkubator
bisnis menyediakan fasilitas bagi percepatan penumbuhan wirausaha melalui fasilitas
dan layanan, khususnya bagi bisnis
yang baru saja berdiri. Suatu perusahaan yang masih
berada di tahap awal (early
stage) dapat memanfaatkan fasilitas dan layanan yang
disediakan oleh inkubator, sehingga dapat mengatasi masalah yang dihadapi dalam
menjalankan bisnisnya. Bagai perusahaan yang sudah melewati tahap awal, adanya
inkubator diharapkan dapat mengembangkan dan memperkuat usaha yang
dijalankannya. Pengusaha mikro dan kecil merupakan bagian terbesar dari pelaku bisnis
di Indonesia, sehingga mempunyai peran yang
strategis dalam pengembangan ekonomi nasional.
Berbagai bantuan seperti adanya
inkubator, kegiatan jaringan kewirausahaan antara lain dalam kegiatan promosi,
pertukaran informasi, pembelian bahan baku, kegiatan riset dan pengembangan,
serta pengunaan fasilitas pendukung untuk kegiatan bersama dimaksudkan untuk
menumbuhkan wirausaha. Hipotesis terakhir (H5) yaitu bantuan non keuangan (X5) berpengaruh terhadap
pertumbuhan wirausaha (Y).
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini dilakukan di Kabupaten Sleman,
dengan populasi wirausaha di
Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam penelitian akan dilakukan
analisis multivariate (regresi linear
berganda) maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang
diteliti (Wiyono, 2011). Sampel penelitian ini menggunakan 6 variabel, maka
jumlah minimal responden 60. Metode pengambilan sampel menggunakan Nonprobability
Sampling, yaitu dengan Purposive Sampling, yaitu sampel dipilih dari
anggota populasi yang sudah menjalankan usahanya minimal 4 tahun sehingga
sampel memahami adanya kebijakan dan prosedur pemerintah yang berhubungan
dengan wirausaha, serta adanya bantaun keuangan dan non keuangan yang dapat
membantu wirausaha pada saat memulia maupun dalam mengelola usahanya.
Pengumpulan data dengan kuesioner,
sedang skala pengukuran dengan menggunakan skala likert dengan skor 1 sampai 5,
di mana skor 1 menunjukkan sangat tidak setuju dan skor 5 menunjukkan sangat setuju dengan
pertanyaan/pernyataan. Analisis data dengan menggunakan bantuan Program SPSS
17.00, yang meliputi uji instrumen, uji asumsi klasik, uji hipotesis, dan analisis regresi linear
berganda yang dimaksudkan untuk mengetahui hubungan fungsional dan kausal
antara kebijakan dan prosedur pemerintah (X1), kondisi sosial ekonomi (X2), ketrampilan kewirausahan dan
bisnis (X3), bantuan keuangan
(X4), bantuan non keuangan
(X5) terhadap pertumbuhan wirausaha (Y).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Responden
Tabel 1
menunjukkan deskripsi demografi
responden yang di survei. Temuan menunjukkan bahwa sebagian besar (43,94%) responden berusia antara 40 sampai 49 tahun, kemudian
disusul usia 30 sampai 39 tahun. Jumlah responden perempuan sedikit lebih
banyak dibanding laki-laki yaitu sebesar 51,52%. Lapangan usaha responden yang
paling banyak adalah industri (39,40%) yang meliputi handycraft, herbal,
konveksi, tahu, tempe, aneka makanan ringan (snack), dan abon. Sementara itu
untuk lama usaha, yang paling banyak lama usahanya kurang dari 5 tahun yaitu
sebanyak 25,76%.
Tabel 1. Profil Responden
Variabel
|
Frekuensi
|
Prosentase (%)
|
1. Usia
Kurang dari 20 tahun
20 – 29 tahun
30 - 39 tahun
40 - 49 tahun
Lebih dari 50 tahun
2. Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
3. Lapangan Usaha
Jasa
Perdagangan
Industri
4. Lama Usaha
Kurang dari 5 tahun
5
–9 tahun
10 - 14 tahun
15 - 19 tahun
Lebih dari 20 tahun
|
0
7
17
29
13
32
34
22
18
26
17
15
14
9
11
|
0
10,60
25,76
43,94
19,70
48,48
51,52
33,33
27,27
39,40
25,76
22,73
21,21
13,63
16,67
|
Uji
Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Uji validitas pada
penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai pearson correlation dari setiap item pertanyaanpernyataan yang
diberikan kepada responden. Uji
validitas menunjukkan bahwa semua instrumen atau item pernyataan yang digunakan
untuk mengukur keenam variabel mempunyai nilai pearson correlation di atas
r tabel (0,243).
Dengan demikian keseluruhan dari item pernyataan dinyatakan valid.
Tabel 2. Hasil Uji Validitas
Variabel
|
Pertanyaan
|
r hitung
|
r tabel
|
Keterangan
|
Kebijakan dan Prosedur Pemerintah
(X1)
|
1
|
0,470
|
0,243
|
Valid
|
2
|
0,431
|
0,243
|
Valid
|
|
3
|
0,598
|
0,243
|
Valid
|
|
4
|
0,487
|
0,243
|
Valid
|
|
5
|
0,710
|
0,243
|
Valid
|
|
6
|
0,753
|
0,243
|
Valid
|
|
7
|
0,726
|
0,243
|
Valid
|
|
Kondisi
Sosial Ekonomi
(X2)
|
1
|
0,701
|
0,243
|
Valid
|
2
|
0,689
|
0,243
|
Valid
|
|
3
|
0,702
|
0,243
|
Valid
|
|
4
|
0,710
|
0,243
|
Valid
|
|
5
|
0,666
|
0,243
|
Valid
|
|
6
|
0,599
|
0,243
|
Valid
|
|
7
|
0,615
|
0,243
|
Valid
|
|
8
|
0,456
|
0,243
|
Valid
|
|
Ketrampilan Kewirausahaan dan Bisnis
(X3)
|
1
|
0,876
|
0,243
|
Valid
|
2
|
0,825
|
0,243
|
Valid
|
|
3
|
0,911
|
0,243
|
Valid
|
|
4
|
0,886
|
0,243
|
Valid
|
|
5
|
0,876
|
0,243
|
Valid
|
|
Bantuan
Keuangan
(X4)
|
1
|
0,669
|
0,243
|
Valid
|
2
|
0,766
|
0,243
|
Valid
|
|
3
|
0,759
|
0,243
|
Valid
|
|
4
|
0,788
|
0,243
|
Valid
|
|
5
|
0,697
|
0,243
|
Valid
|
|
6
|
0,603
|
0,243
|
Valid
|
|
Bantuan
Non Keuangan
(X5)
|
1
|
0,701
|
0,243
|
Valid
|
2
|
0,870
|
0,243
|
Valid
|
|
3
|
0,806
|
0,243
|
Valid
|
|
4
|
0,808
|
0,243
|
Valid
|
|
5
|
0,768
|
0,243
|
Valid
|
|
6
|
0,776
|
0,243
|
Valid
|
|
7
|
0,790
|
0,243
|
Valid
|
|
8
|
0,688
|
0,243
|
Valid
|
|
Pertumbuhan Wirausaha
(Y)
|
1
|
0,849
|
0,243
|
Valid
|
2
|
0,917
|
0,243
|
Valid
|
|
3
|
0,864
|
0,243
|
Valid
|
|
4
|
0,863
|
0,234
|
Valid
|
Uji
reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbach’s
Alpha di mana pernyataan dinilai reliabel apabila Cronbach’s Alpha > 0,60. Hasil uji reliabilitas untuk semua
variabel mempunyai koefisien Alpha > 0.60. Dapat dinyatakan bahwa semua item
variabel penelitian adalah reliabel dan dapat digunakan sebagai dasar
pengumpulan data.
Tabel 3.
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel
|
Cronbach’s
Alpha
|
Keterangan
|
Kebijakan
& Prosedur Pemerintah (X1)
|
0,686
|
Reliabel
|
Kondisi
Sosial Ekonomi (X2)
|
0,848
|
Reliabel
|
Ketrampilan
Kewirausahaan & Bisnis (X3)
|
0,923
|
Reliabel
|
Bantuan
Keuangan (X4)
|
0,820
|
Reliabel
|
Bantuan
Non Keuangan (X5)
|
0,904
|
Reliabel
|
Pertumbuhan
Wirausaha (Y)
|
0,895
|
Reliabel
|
Uji
Asumsi Klasik
Persyaratan yang harus dipenuhi
dalam model regresi adalah data berdistribusi normal. Pengujian normalitas dengan uji One Sampel Kolmogorof-Smirnov, data dinyatakan berdistribusi normal jika
signifikansi lebih besar dari 0,05 (Wiyono, 2011). Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05,
nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
0,768
> dari 0,05. Dengan demikian data
dinyatakan berdistribusi normal.
Tabel
4. Hasil Uji Normalitas
Standardized
Residual
|
||
N
Normal Parametersa
Mean
Std Deviation
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
65
0,0000000
0,96014322
0,665
0,768
|
|
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam
model regresi adalah tidak ada hubungan linear antar variabel independen dalam
model regresi (tidak ada multikolinearitas).
Pengujian multikolinearitas dengan nilai varince
inflation factor (VIF), apabila VIF < 5 maka antar variabel independen
tidak terjadi masalah multikolinearitas (Wiyono, 2011). Nilai variance
inflation factor (VIF) variabel kebijakan dan prosedur pemerintah sebesar 1,686, variabel kondisi sosial ekonomi sebesar 1,810
variabel kewirausahaan dan ketrampilan sebesar 3,159 variabel bantuan keuangan
sebesar 2,715 dan variabel bantuan non keuangan sebesar 3,676. Dari kelima
variabel tersebut masing-masing hasilnya < 5, sehingga dapat disimpulkan
antar variabel independen tidak terjadi masalah multikolinearitas.
Tabel
5. Hasil Uji Multikolinearitas
Model
|
Collinearity Statictics
|
||
Tolerance
|
VIF
|
||
1
|
(Constant)
|
||
Kebijakan & Prosedur
Pemerintah (X1)
|
0,593
|
1,686
|
|
Kondisi Sosial Ekonomi (X2)
|
0,552
|
1,810
|
|
Ketrampilan
Kewirausahaan & Bisnis (X3)
|
0,317
|
3,159
|
|
Bantuan
Keuangan (X4)
|
0,368
|
2,715
|
|
Bantuan
Non Keuangan (X5)
|
0,272
|
3,676
|
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam model regresi
adalah tidak adanya varian dari residual untuk semua pengamatan dalam model
regresi (tidak ada heteroskedastisitas).
Pengujian heteroskedastisitas dengan uji park, yaitu meregresikan nilai
residual (Lnei2) dengan masing-masing variabel independen. Apabila
–t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel maka tidak
terjadi masalah multikolinearitas (Wiyono, 2011). Hasil uji
heteroskedastisitas menunjukkan nilai t hitung
variabel kebijakan dan prosedur pemerintah sebesar -0,317, variabel kondisi sosial ekonomi sebesar -1,144, variabel ketrampilan kewirausahaan dan bisnis sebesar -0,272, variabel bantuan ekonomi sebesar 0,273, dan variabel bantuan non ekonomi sebesar -0,744. Sedangkan t tabel dengan df =
n-2 atau 66-2 = 64, adalah
sebesar 1,6690. Karena nilai t hitung berada pada –t tabel ≤ t
hitung ≤ t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan masalah
heteroskedastisitas pada model regresi.
Tabel 6. Hasil
Uji Heterokedastisitas
|
Regresi
Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk
mengetahui bagaimana naik turunnya serta arah hubungan variabel independen kebijakan dan prosedur pemerintah (X1), kondisi sosial
ekonomi
(X2), ketrampilan kewirausahaan dan bisnis (X3), bantuan
keuangan
(X4), dan bantuan non keuangan
(X5) terhadap variabel dependen pertumbuhan
wirausaha di Kabupaten Sleman
(Y). Dengan bantuan SPSS 17.00 diperoleh
persamaan regresi linier berganda Y = 5, 152 – 0,094X1 + 0,142X2 + 0,218X3 + 0,177X4 + 0,058X5.
Nilai Adjusted R square sebesar 0,653 atau 65,3% artinya bahwa 65,3%
variabel pertumbuhan wirausaha (Y) dapat dijelaskan oleh variabel kebijakan dan
prosedur pemerintah, kondisi sosial ekonomi, ketrampilan kewirausahaan dan
bisnis, bantuan keuangan, dan bantuan non keuangan.
Uji
Hipotesis
Hasil
uji F menunjukkan nilai
probabilitas Pvalue (sig) sebesar 0,000 kurang dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak,
artinya bahwa variabel bebas yang terdiri dari variabel kebijakan dan
prosedur pemerintah,
kondisi sosial
ekonomi, ketrampilan kewirausahaan
dan bisnis, bantuan
keuangan,
dan bantuan non keuangan
secara simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan wirausaha di Kabupaten
Sleman.
Tabel 7. Hasil
Uji F
ANOVAb
|
||||||
Model
|
Sum
of Squares
|
Df
|
Mean
Square
|
F
|
Sig.
|
|
1
|
Regression
|
298.385
|
5
|
39.277
|
25.122
|
.000a
|
Residual
|
139.215
|
59
|
2.360
|
|||
Total
|
435.600
|
64
|
Uji t (signifikansi
parsial) menunjukkan sejauh mana pengaruh variabel bebas secara individual
dalam menerangkan variasi variabel
terikat (Wiyono, 2011). Dalam penelitian ini uji t untuk mengetahui pengaruh
variabel kebijakan dan prosedur pemerintah, kondisi sosial
ekonomi, ketrampilan kewirausahaan
dan bisnis, bantuan
keuangan,
dan bantuan non keuangan
secara parsial terhadap pertumbuhan wirausaha di Kabupaten Sleman.
Tabel
8. Hasil Uji t dan Regresi
Coefficientsa
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Hasil
olah data dengan SPSS 17.00
menunjukkan nilai signifikansi variabel kebijakan dan prosedur pemerintah (X1) sebesar 0,102, lebih besar dari
nilai taraf signifikansi
(0,05). Dengan demikian H0 diterima, artinya secara parsial variabel kebijakan dan prosedur pemerintah tidak berpengaruh
terhadap variabel pertumbuhan wirausaha. Temuan ini sangat mengejutkan,
karena pemerintah telah menyusun berbagai kebijakan dan prosedur yang
dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan wirausaha, karena dari berbagai
penelitian terdahulu wirausaha dapat meningkatkan perekonomian, mengurangi
pengangguran dan masalah sosial di
masyarakat. dengan menyusun program yang berhubungan dengan infrastruktur seperti
fasilitas jalan, jembatan, listrik,
pemasaran dan jaringan, serta pendidikan dan pelatihan.
Untuk kondisi di kabupaten Sleman, infrastuktur jembatan dan jalan
penghubung antar desa sudah ada dan bahkan sebagian besar sudah beraspel, dan
semua wilayah sudah ada jaringan listrik.
Oleh karena itu pembangunan jalan, jembatan, dan jaringan listrik yang
diharapkan dan memunculkan berbagai usaha seperti toko kelontong, rumah makan,
bensin eceran dan SPBU, tambal ban, dan
bengkel ternyata tidak berhasil.
Selain itu juga dilakukan dengan menyusun program non infrastruktur seperti
peraturan perundangan dan lembaga yang diperlukan untuk mendukung pemberdayaan
UMKM. Pusat Layanan Terpadu (PLUT) yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan
pemasaran dan jaringa serta berbagai pelatihan sesuai yang dibutuhkan wirausaha
tenyata tidak berpengaruh terhada pertumbuhan wirausaha. Adanya PLUT tidak
mempu menarik seseorang untuk menjadi wirausaha, namun berfmanfaat bagi
wirausaha yang sudah ada. Jika mereka mempunyai masalah dalam pengelolaan
usahanya, mereka dapat meminta bantuan ke PLUT.
Dalam proses pengumpulan data, sebagian besar responden menyatakan
bahwa pemerintah telah berhasil
melakukan pemangkasan perizinan, sehingga lebih
mudah dan cepat.
Variabel bantuan non
keuangan (X5) secara parsial tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan wirausaha, yang ditunjukkan dengan nilai
signifikansi t 0,330 > dari taraf
signifikansi 0,05. Berbagai program
bantuan non keuangan dalam bentuk konseling baik melalui PLUT maupun dengan dinas
terkait, inkubator, penelitian dan
pengembangan, jaringan informasi, serta transportasi dan komunikasi secara
parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan wirausaha. Dengan sampel
penelitian semuanya adalah masyarakat yang mempunyai unit usaha, mereka tetap
dapat menjalankan aktivitas usaha meskipun tanpa adanya bantuan non keuangan
ini. Meskipun demikian agar wirausaha yang sudah ada ini meningkat kelasnya, maka bantuan non keuangan
ini tetap diperlukan. Bantuan non keuangan ini tetap harus disediakan oleh
pemerintah, sebagai buffer stock,
jika sewaktu-waktu diperlukan oleh wirausaha.
Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian Obaji dan Olugu (2014) yanga
menyetakan bahwa keberhasilan wirausaha di banyak negara banyak bergantung pada
kebijakan pemerintah di negara tersebut. Hasil penelitian Setyawati dkk. (2013
menyatakan bahwa pemerintah berperan dalam pertumbuhan usaha mebel dan anyaman
rotan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Dapat dijelaskan
bahwa kondisi lingkungan di Kabupaten Sungai Utara yang belum semaju Kabupaten
Sleman, sehingga peran pemerintah baik dalam bidang infrastruktur maupun non
infrastruktur pengaruhnya akan lebih besar.
Hal lain yang dapat ditangkap pada proses pengumpulan data bahwa program
kredit murah masih sulit untuk dapat dijangkau oleh wirausaha karena
keterbatasan agunan. Modal Ventura Meskipun demikian bagi wirausaha yang dapat
mengakses kredit murah, mengakui adanya keringanan beban bunga yang harus mereka tanggung. Sementara untuk prosedur perizinan wirausaha
menilai sudah mengalami perbaikan, baik dalam hal lamanya proses pengurusan
maupun biaya yang lebih transparan.
Nilai signifikansi
t untuk variabel kondisi sosial ekonomi (X2) sebesar 0,002 lebih kecil
dari nilai taraf signifikansi (0,05).
Dengan demikian H0 ditolak, artinya secara parsial terdapat
pengaruh antara variabel keadaan sosial ekonomi
terhadap variabel pertumbuhan
wirausaha.
Variabel
sosial ekonomi seperti sikap positif
masyarakat terhadap wirausaha, adanya keluarga maupun contoh wirausaha sukses,
berbagai bidang usaha yang dapat dilakukan oleh wirausaha, serta pertumbuhan
ekonomi yang relatif tinggi mampu mendorong pertumbuhan wirausaha.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan kondisi sosial ekonomi yang mendukung
wirausaha ini dapat dilakukan dalam bentuk kampanye positif wirausaha,
mengekspos dan memberikan penghargaan kepada wiraushaa yang sukses, serta
mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih rinci lagi
disebutkan oleh Lestari dan Wijaya (2012)
bahwa untuk memunculkan wirausaha muda perempuan maka masyarakat harus
dapat menghilangkan pandangan negatif terhadap wirausaha perempuan.
Nilai signifikansi
t untuk variabel ketrampilan kewirausahaan dan bisnis (X3)
sebesar 0,031 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi
(0,05). Dengan demikian H0 ditolak, variabel kewirausahaan dan ketrampilan (X3) secara parsial berpengaruh signifikan dalam meningkatkan petumbuhan
wirausaha di Kabupaten Sleman. Masyarakat yang mempunyai ketrampilan, jiwa, dan
semangat wirausaha lebih yakin dalam
menentukan wirausaha sebagai jalan hidupnya. Modal ketrampilan wirausaha dan bisnis
membuat mereka yakin dengan pilihannya sebagai wirausaha, yakin mampu mengelola
usahanya, dan yakin akan meraih kesuksesan dalam berwirausaha. Keyakinan ini
diperkuat dengan adanya sikap positif masyarakat terhadap wirausaha dan adanya
dukungan finansial maupun non finansial dari pemerintah maupun lembaga lain. Temuan
ini mendukung hasils penelitian Lestari dan Wijaya (2012) yang menyebutkan
bahwa pendidikan kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap minat
berwirausaha. Mahasiswa yang mendapat
mata kuliah kewirausahaan lebih berminat
untuk menjadi wirausaha dibanding mahasiswa yang tidak mendapatkan mata kuliah
ini.
Pada umumnya wirausaha mengembangkan sendiri teori manajemen dan organisasi
yang ada, disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Mengingat bahwa ketrampilan kewirausahaan dan
bisnis secara parsial berpengaruh terhadap pertumbuhan wirausaha, maka ke depan
perlu kajian tentang praktek manajemen yang diaplikasikan oleh wirausaha.
Nilai signifikansi
t untuk variabel bantuan keuangan
(X4) sebesar 0,015 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi (0,05). Dengan demikian H0 ditolak, variabel bantuan keuangan (X4) secara
parsial berpengaruh dalam meningkatkan pertumbuhan
wirausaha. Upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah wirausaha dan meningkatkan kelas wirausaha yang sudah
ada dilakukan dengan modal ventura, kredit yang relatif murah, kesediaan
lembaga keuangan termasuk perbankan dalam membiayai usaha kecil, dan adanya
lembaga penjamin kredit.
SIMPULAN
Secara simultan, variabel kebijakan
dan prosedur pemerintah, kondisi sosial ekonomi, ketrampilan kewirausahaan dan bisnis, bantuan keuangan, dan
bantuan non keuangan berpengaruh terhadap pertumbuhan wirausaha di kabupaten Sleman. Secara parsial, variabel kondisi sosial ekonomi,
kewirausahaan dan ketrampilan, dan bantuan
keuangan berpengaruh terhadap
pertumbuhan
wirausaha,
sedangkan variabel kebijakan dan prosedur pemerintah dan bantuan non keuangan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
wirausaha.
Berdasar analisis regresi linear
berganda menunjukkan bahwa variabel kondisi sosial ekonomi, ketrampilan kewirausahaan
dan bisnis,
bantuan keuangan, dan bantuan non keuangan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
wirausaha, sedang kebijakan dan prosedur pemerintah berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan wirausaha. Dari ke 5 variabel independen,
yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan wirausaha adalah variabel ketrampilan kewirausahaan
dan bisnis,
yang ditunjukkan dengan koefisien regresi yang paling besar, yakni 0,218.
Implikasinya, apabila pemerintah bermaksud meningkatkan jumlah wirausaha, maka
dari kelima variabel tersebut variabel ketrampilan dan kewirausahaan yang paling
ditekankan.
Adjusted
R Square
sebesar 0,653 berarti variabel kebijakan dan prosedur pemerintah, kondisi
sosial ekonomi, ketrampilan kewirausahaan dan bisnis, bantuan keuangan, dan
bantuan non keuangan mampu menjelaskan
variasi pertumbuhan wirausaha di kabupaten Sleman (Y) sebesar 65,3%. Sedangkan sebesar 34,7%
dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian.
SARAN
Berdasar
hasil penelitian ini, pertumbuhan wirausaha di kabupaten Sleman dapat
ditingkatkan dengan menjaga kondisi sosial ekonomi yang kondusif, meningkatkan ketrampilan
kewirausahaan dan bisnis, dan memberikan bantuan ekonomi kepada wirausaha. Variabel sosial ekonomi seperti sikap positif masyarakat terhadap wirausaha,
adanya keluarga maupun contoh wirausaha sukses, berbagai bidang usaha yang
dapat dilakukan oleh wirausaha, serta pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi
mampu mendorong pertumbuhan wirausaha. Modal ketrampilan wirausaha dan bisnis
membuat mereka yakin dengan pilihannya sebagai wirausaha, yakin mampu mengelola
usahanya, dan yakin akan meraih kesuksesan dalam berwirausaha. Upaya pemerintah
untuk meningkatkan jumlah wirausaha dan
meningkatkan kelas wirausaha yang sudah ada dilakukan dengan modal ventura,
kredit yang relatif murah, kesediaan lembaga keuangan termasuk perbankan dalam
membiayai usaha kecil, dan adanya lembaga penjamin kredit.
Variabel
kebijakan
dan prosedur pemerintah yang diharapkan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan wirausaha, ternyata justru sebaliknya. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian khusus
tentang kebijakan dan prosedur pemerintah, sehingga kebijakan dan prosedur yang
dibuat pemerintah benar-benar sesuai dengan kebutuhan wirausaha. Kebijakan kredit murah tanpa mengubah
persyaratan dalam akses dana tidak akan berdampak signifikan pada pertumbuhan
wirausaha, karena adanya keterbatasan agunan. Kebijakan pemberian peralatan
menjadi tidak berdampak signifikan, karena tidak sesuai dengan kebutuhan
wirausaha. Sementara kebijakan pemangkasan prosedur perizinan sudah dirasakan
manfaatnya oleh wirausaha.
Variabel
bantuan
non keuangan secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
kewirausahaan,
namun sebaiknya pemerintah dan lembaga pendidikan tetap menyelenggarakan bantuan
non keuangan. Apabila dalam perjalannya ada wirausaha yang membutuhkan bantuan
misalnya dalam bentuk pemasaran online,
informasi pasar, dan jaringan kewirausahaan bantuan tersebut siap diberikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymous. 2008. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20
tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kementrain Koperasi dan UKM, Jakarta.
Ayuningtias,
H.A. dan S. Ekawati. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Berwirausaha
Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Jurnal
Ekonomi XX (01): 49-71.
Bygrave, W.
D. 2004. The Portable MBA in
Entrepreneurship. Third Edition.
John Willey & Sons Inc., New Jersey.
Chrissanti,
M. A. dan F. Tjiptono. 2012.
Faktor-faktor yang Memperngaruhi Intensi Berwirausaha di Kalangan Mahasiswa. Telaah Bisnis 13 (1): 17-34.
Dian, R., R. I. Sundari, E. Riswanto, dan Paryanto.
2014. Peningkatan dan Pengembangan Daya
Saing bagi UMKM Kripik Salak di Kabupaten Sleman. Telaah Bisnis 14 (1): 30-40.
Fereidouni, H. G., T. A. Masron, D. Nikbin, and R. E.
Amiri. 2010. Consequences of External Environment on Entrepreneurial Motivation
in Iran. Asian
Academy of Management Journal 15(2): 175-196
Gyawali, D. R. and D.
S. Fogel (1994). Environments for Entrepreneurship Development: Key Dimention
and research Implications. Intrepreneurship: Theory and Practice 18:
43-62. http://www.researchgate.
net/publication/263733348 diakses 5 September 2015.
Hadisoegondo,
S.. 2006. Upaya Penumbuhan Wirausaha Baru: Masalah dan Pendekatannya. Jurnal INFOKOP 29: 48-62.
Haryani,
S. 2013. The Analysis of Entrepreneurship Intention of Santri in Pesantren (Islamic Boarding School) in
Yogyakarta Special Region. Proceeding of
The 4th Global Islamic Marketing. Turkey: 106-112.
Janah, W. O. dan A.
Winarno. 2015. Pengalaman Praktik Kerja Industri, Motivasi Berprestasi, dan
Keyakinan Diri Pengaruhnya Terhadap Intensi Berwirausaha Siswa SMK. Jurnal Pendidikan Bisnis dan Manajemen 1
(3): 214-221.
Lestari,
R. B. dan T. Wijaya. 2012. Pengaruh Pendidikan Wirausaha Terhadap Minat Berwirausaha
Mahasiswa di STIE MDP, STMIK MDP, dan STIE MUSI. Jurnal Forum Bisnis dan Kewirausahaan 1 (2): 112-119.
Manurung,
H. 2013. Peluang Kewirausahaan Sekolah
Melalui Kreativitas dan Inovasi. Jurnal
Bisnis dan Kewirausahaan 1 (1): 59-86.
Marini,
C.K. dan S. Hamidah. 2014. Pengaruh Self-Efficacy,
Lingkungan Keluarga, Dan Lingkungan Sekolah Terhadap Minat Berwirausaha Siswa
SMK Jasa Boga.
Jurnal Pendidikan Vokasi 4 (2): 195 – 207.
Obaji, Nkem Okpa, and Mercy Uche Olugu. 2014. The Role of Government
Policy in Entrepreneurship Development. Science Journal
of Business and Management 2 (4): 109-115.
Setyawati,
E. C.N., Nugraha, H. Susanta, dan A. Ilham. 2013. Karakteristik Kewirausahaan
dan Lingkungan Bisnis Sebagai Faktor Penentu Pertumbuhan Usaha: Studi IKM
Sentra Kerajinan Rotan Amuntai kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan
Selatan. Jurnal Administrasi Bisnis 2 (1): 41-50.
Rosmiati, D. T. S. Junias,
dan Munawar. 2015. Sikap, Motivasi, dan
Minat Berwirausaha Mahasiswa. Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan
17 (1): 21–30.
Sijabat,
S. 2012. Pengembangan Teknologi dan Pemasaran Produk KUKM Menuju Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015. Jurnal INFOKOP 21: 94-130.
Supriyanto.
2009. Business Plan Sebagai Langkah
Awal Memulai Usaha. Jurnal Ekonomi dan
Pendidikan 6 (1): 73-83.
Syarif,
T. 2012. Dukungan Infrastruktur Dalam Proses Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Jurnal INFOKOP 21: 159-186.
Wibowo, Y. S. dan R. Artati. 2012.
Penguatan Infrastruktur Keuangan Bagi UMKM: Menyingsing MEA 2015. Jurnal INFOKOP 21: 36-52.
Winarno. 2010. Entrepreneurship
Attitude. ENRICHMENT: Journal Of
Management 1 (1): 66-76.
Wiyono, G. 2011. Merancang Penelitian Bisnis dengan alat
analisis SPSS 17.0 & SmartPLS 2.0.
UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Wulandari, Anna. 2009. Pengaruh
Lingkungan Eksternal dan Lingkungan Internal Terhadap Orientasi Wirausaha Dalam
Upaya Meningkatkan Kinerja Perusaaan. Jurnal
Pengembangan Wirausaha 11 (2): 142-152
EmoticonEmoticon