KIAT-KIAT DALAM INVESTASI RUMAH
Sri Haryani
Anggota Lembaga Ombudsman Swasta DIY
Rumah atau sering disebut tempat tinggal merupakan salah
satu kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian setiap
manusia berupaya untuk memenuhi kebutuhan akan rumah tersebut. Dengan melihat
perkembangan penduduk yang semakin besar, maka kebutuhan akan rumah ini akan
terus bertambah, sementara itu lahan yang tersedia akan semakin berkurang. Fenomena
ini menyebabkan harga tanah itu sendiri tidak pernah turun, ditambah lagi dengan
permintaan yang meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk.
Dengan persepsi masyarakat tentang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai
tempat tinggal yang nyaman, aman, tentram dan damai, serta hubungan antar warga
masyarakat yang penuh persaudaraan, menjadikan bisnis perumahan di Yogyakarta
berkembang pesat. Daya tarik bisnis ini diikuti dengan munculnya banyak
pengembang yang di Yogyakarta yang ternyata
telah menimbulkan persaingan tidak sehat. Spekulasi menjual kavling tanah, menjual gambar
dan upaya menarik konsumen untuk segera membeli perumahan pun dilakukan,
sekalipun perijinan belum diurusnya.
Mencermati fenomena di atas,
maka kepada masyarakat yang membutuhkan rumah hendaknya mencermati beberapa hal
seperti: aspek legalitas perizinan, promosi yang berlebihan, isi klausul
perjanjian, kualitas bahan bangunan, serta fasilitas umum dan sosial yang
disediakan sebagai kelengkapan suatu kawasan perumahan. Tanpa mencermati
hal-hal di atas, dikhawatirkan di
kemudian hari konsumen akan merasa dirugikan.
Pertama, aspek legalitas perizinan.
Harus diperhatikan apakah perusahaan pengembang
sudah berbadan hukum resmi sesuai dengan ketentuan pemerintah dan
lokasinya sesuai dengan yang peruntukkan lahan untuk perumahan. Hal ini untuk
menghindari jangan sampai membeli rumah yang peruntukkan lokasinya untuk daerah
resapan air, persawahan, industri, atau yang lainnya. Peruntukkan yang tidak
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
dapat berakibat izinnya tidak keluar. Rumah yang dibangun tersebut juga
harus mempunyai IMB (Izin Mendirikan
Bangunan), AMDAL atau UPL dan UKL. Kedua, promosi yang berlebihan dengan penekanan
pada aspek transportasi atau jarak misalnya 5 menit dari pusat kota atau 10
menit dari bandara. Selain itu pengembang seringkali menonjolkan promosinya
pada kecepatan proses pembangunan sehingga dalam waktu 1 atau 2 bulan sudah
siap huni. Konsumen pada umumnya sangat
tertarik dengan informasi ini, dan merasa tidak perlu melihat langsung ke
lokasi atau bahkan tidak mencermati draft PPJB (Perjanjian Perikatan Jual Beli).
Ketiga, menyangkut klausul-klausul yang
ada dalam perjanjian. Pada umumnya konsumen kurang kritis dan terlalu percaya kepada
pengembang, sehingga merasa tidak perlu memahami detail isi perjanjian. Terakhir, harus mencermati tersedianya fasilitas umum
dan sosial yang layak sebagai suatu
kawasan perumahan yang terintegrasi dengan wilayah disekitarnya. Pada umumnya
perusahaan ketika menginformasikan kepada calon konsumen lebih suka menonjolkan
bahwa lokasi perumahan yang akan dibangun mempunyai akses langsung ke jalan raya
atau jalan tol, dengan fasilitas-fasilitas seperti pusat pertokoan,
kolam renang, dan sekolah. Perusahaan tidak lazim menginformasikan adanya ruang
publik, tanah untuk pemakaman, dan pengelolaan limbah cair maupun padat yang
direncanakan. Akibatnya seluruh lahan diisi dengan bangunan yang bernilai
ekonomi, tidak menyediakan fasilitas pemakaman bagi warganya, tidak menyediakan
instalasi pengolahan limbah dan bahkan limbahnya
dibuang ke sungai sehingga mengganggu habitat yang ada.
Pemahaman terhadap beberapa faktor diatas, akan menjadikan
konsumen lebih memahami rumah yang akan dibeli beserta permasalahannya. Dengan
demikian dapat meminimalkan atau bahkan menghilangkan kerugian yang timbul
dikemudian hari.
EmoticonEmoticon